Selasa, 19 Februari 2013

Belajar Di Mantan Rimba


Syukurlah ada beberapa urusan sehingga aku bertemu laptop di kamar Basecamp Bangko.dan akhirnya aku bisa menulis sebantar untuk bercerita tentang Orang Rimba di tempatku belajar sekarang. Mengapa aku ingin bercerita sampai-sampai sangat bersyukur bertemu notepad dan jaringan internet inilah sebabanya.

Beberapa hari ini belajar bersama Orang rimba yang ada di perbatasan antara  Kabupaten Muara Bungo dan Tebo. Bersama ngatai.ngonggul,dan bemenyo,murid yang lain belum tampak datang ke Ruma Sokola (tempat belajar).

Tidak seperti di Makekal Hulu Bukit Dua Belas tempatku belajar,bermain dan berburu bersama anak-anak rimba yang ceria dengan sungai-sungainya yang bersih dan suara-suara binatangnya. Di perbatasan Kuamang Kuning dan Tebo Jambi ini anak-anak jarang sekali bermain dan berburu. Mereka sibuk bebrondol mencari biji sawit yang tertinggal ditanah ketika waktu pemanenan perusahan,mereka juga begetah mencari getah tanah (getah karet yang menetes atau terjatuh di tanah di kebun orang desa).

Anak-anak bekerja bebrondol dan begetah untuk mencari uang untuk ditukar dengan beberapa kebutuhan,mereka sudah mengamini bahwa mereka butuh uang,karena rimba sudah tidak ada. Ketrampilan hidup mereka sebagai pemburu,peramu dan berkebun dengan arif di rimba sudah tak begitu berguna lagi karena Rimba kini hilang tertebang berganti sawit dan karet.

Orang Rimba di perbatasan Kuamang Kuning dan Tebo ini berasal dari bantaran sungai Makekal dan Kejasung mereka berpindah karena beberapa alasan. Depati Begaji adalah depati di makekal tengah,karena istrinya meninggal beliau melangun/berpindah ke sini berkumpul dengan orang rimba dari kejasung yang belumlama juga berpindah .Depati begaji masih sangat ingat beliau berpindah sekitar 6 tahun yang lalu,meninggalkan Makekal tempatnya hidup sebelumnya,dia datang ketika disini masih hutan rimba katanya ia berkebun menanam ubi dan berburu untuk bertahan hidup, tapi cepat sekali perubahan dan terjadi tiba-tiba.

Beliau bercerita tentang orang Meru (orang meru = sebutan orang rimba terhadap orang yang hidup di Luar Hutan) yang membuka hutan dengan menebangi pohon-pohonya kemudian orang meru itu di kejar oleh pihak Kehutanan kemudian lari. Beberapa tahun kemudian dia datang lagi dan membuka lahan di bekas hutan yang ditebanginnya dulu akhirnya menjadi kebun,sejak saat itulah banyak yang datang ikut membuka hutan,dari para saudara transmigran dari jawa yang mengadu nasib,aparat yang ingin berinvestasi karena tergoda dengan harga biji sawit dan tuan tanah yang ingin melebarkan lagi luas tanahnya.

...trus kemana Pihak kehutanan??,entahlah

Awal aku kemari sekitar dua bulan yang lalu,orang rimba disini masih ada beberapa pesaken (keluarga), dua bulan kemudian mereka sudah tinggal 4 pesaken. Mereka sangat kesulitan beradaptasi terhadap lingkungan sawit dan bukan lagi rimba ini.

Ketika mulai melihat kondisi disini,perdebatan di kepalaku adalah bagaimana dan apakah goal belajar disini??,sedangkan mereka hidup bertahan diantara sawit dan diantara orang-orang yang desa yang melihat rimba dengan cara berbeda.

Aku teringat sesuatu saat kebiasan lamaku kambuh,yaitu suka membaca segala hal yang berserakan, apakah itu kertas koran sobekan atau apalah dan ini mengantarkanku membaca sebuah post card lawas yang terjatuh dilantai  kamar,yang ternyata post card lama ini kiriman Kak Butet Manuurung ketika berada di Amerika,yang di tujukan pada anak-anak rimba,mengabarkan kerinduan-kerinduannya dan Kak Butet bercerita tentang salah satu Taman Nasional di Amerika,Ia bercerita tentang orang Indian dan rasa hormat mereka terhadap alamnya. Kemudian tulisan dalam post card itu di akhiri dengan pesan kepada anak-anak rimba murid-muridnya,"mikay hopy di hargai kalu mikay hopy beradat lagi" (kalian tidak akan dihargai kalau kalian tidak memiliki (mentaati) adat.lagi).

 Sepertinya benar juga mereka memang harus tetap bertahan dalam kondisi apapun itu, mandiri dengan tetap menjujung adat mereka.Ternyata pelajarannya tetap sama dimanapun itu,diantara kebun sawit ataupun di hutan rimba,adat harus tetap dijaga,adat yang kuat akan menjaga dan membangun orang rimba yang kuat tanpa kehilangan identitasnya karena kelak orang rimba tetaplah orang rimba dengan kearifannya,dan  tak harus menjadi apa atau siapa.. masalah hutan yang berganti rimba akan seiring pulih ketika orang rimba mampu memperjuangkan hak-hak adatnya,dan pendidikan adalah jalan yang mengatankan mereka pada itu semua,mandiri dalam menentukan hidup dan memperjuangkan adat.












 

2 komentar: