Senin, 11 November 2013

Mempelajari Kegembiraan Nias



"Apapun yang dilakukan dengan kegembiraan akan terasa mudah dan indah."


Nias berbaju garis vertikal hitam putih dan
saudara-saudaranya di Sokola Sakonapu Makekal Hulu
Indahnya di Sokola Rimba Anak murid disini tak ada yang memanggilku Pak Guru atau bahkan sekedar Pak

Mereka cuma memanggil namaku saja "Kernet" atau gelar/julukan  Rimba untukku "Bepalang". 

Nias (baca : Niai) seorang anak lelaki mungil berumur tak lebih dari 6 tahun inilah yang sering kali menyapaku sambil tersenyum dengan gigi susunya yang kecil-kecil tersusun  indah.



Ketika masuk Rimba untuk mengajar perjalanan mau tidak mau terasa melelahkan. Dari Bangko menuju Makekal Hulu yang menghabiskan waktu hampir 3 jam,2 jam melewati  jalan aspal  dan selanjutnya adalah medan offroad yang membuatku lebih senang jalan kaki dari pada membawa motor melewati jalan lumpur yang tak bersahabat dan Jehat (bahasa Orang Rimba (OR) yang artinya Buruk),becek,pekat dan dalam. Sambil mengangkat kaki yang berat karena sepatu yang di penuhi lumpur di tambah jalanan menanjak dan beban di punggung yang jelas lebih berat dari perjalanan expedisi manapun yang pernah aku lakukan. Berat karena membawa perbekalan untuk lebih dari 10 hari belum lagi alat tulis dan buku-buku karena ini tahun ajaran baru..." Tahun ajaran baru" hehehe istilah aneh kayak sekolahan aneh dikota-kota.

Beratnya tas ransel overload muatan  ini  segera  terasa lebih ringan setelah melihat atap seng Ruma Sokola dari kejauhan. tak beberapa lamaseorang lelaki cilik dari kejauhan memanggilku berulang-ulang "Bepalang..bepalang..bepalang." Maka sirnalah otomatis lelahku. Aku taruh beban di jalan dan berlari menghampiri Nias dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Ia berteriak sambil tertawa-tawa "guding..guding turun..turun" rupanya ekpresiku terlalu tak biasa untuk di rimba tapi ia tahu kalau aku sangat senang sekali bertemu dengannya.

Anak Bungsu dari 5 bersaudara ini entah mengapa selalu membuatku tak betah di Bangko  ingin selalu menyapanya. Aku datang pertama Padahal baru setahun tapi seingatku Nias pertama kali aku kenal masih sangatlah kecil.berambut godrong tipis memakai celana pendek kedodoran.

Seperti anak Rimba yang lain lelaki cilik ini suka sekali belajar dan mencari tahu apapun yang belum diketahuinya. Nias anak yang aktif ia sering kali tergopoh gopoh menyeret batang kayu kering ketika kami hendak memasak. Ia memperhatikan betul ketika kakak-kakaknya memasak sambil kadang-kadang ikut menata kayu yang di lalap api bara sambil meniup-niup dengan nafasnya yang pendek.

Semua Orang Rimba adalah pemanjat ulung begitu juga lelaki kecil ini kadang tiba-tiba Nias sudah di atas pohon sambil tersenyum-senyum sendiri berimajinasi.

Pernah suatu ketika tiba-tiba Nias memanjat pohon pisang ..ya..benar pohon pisang. Tubuhnya yang ringan membuatknya bisa naik ke atas pohon pisang dan bermain main di atas pohon pisang.  Ia melipat dahan daun pisang agar membuanya bisa duduk nyaman kemudian ia menekuk dahan lagi hingga membuatnya dapat duduk dan berpegangan pada dahan yang seolah pelana atau kemudi pesawat  satu awak entahlah, Ia bermain sendiri di atas pohon pisang itu entah apa yang di imajinasikannya.  Anak-anak lain yang lebih tua biasanya menggoda Nias yang lagi tertawa-tawa lepas diatas pohon pisang. Bedundang  kakaknya mengambil parang pura-pura akan menebas pohon pisang itu,Nias kontan berteriak sambil berteriak memanggil ibunya "induk..induk."

Nias kini sudah hafal huruf dan dapat mengeja  dua suku kata sederhana,bisa penambahan dengan menghitung jari-jari mungilnya.  Seperti anak-anak lainnya Nias anak yang ceria bahagia dan penuh imajinasi.
Ada malam dimana kita tiba-tiba minim penerangan,ini karena tiba-tiba hujan dan tak lama ada bunyi-bunyi aneh "mbreet tung tung,,mbreet tung tung"

Anak-anak berhamburan membawa senter  menuju sungai Sakonapu berburu Mberetung salah satu jenis katak  "enak sekali rasanya" kata Bedundang kakak Niai. Karena gelap penerangan di bawa ke perburuan mberetung saat itu,maka pelajaran di teruskan dengan sokola mulut  (belajar secara lisan) dengan Nias. Aku bertanya padanya" dimana  rumahmu Nias" ia menjawab cepat " kiyun " ( bahasa OR :disana) sambil telunjuk mungilnya  menunjuk rumahnya. Aku tertawa "benar juga",padahal aku berharap Nias mengatakan alamat rumahnya. . Ia belum tahu termasuk wilayah desa apa rumahnya ,kecamtan,kabupaten,profinsi apa?,bahkan ia tidak tahu bahwa kampung halaman dan tanah kelahirannya ini berada di sebuah Taman Nasional.

Anak lucu itu belum bisa paham kerumitan berbagai macam hal  yang datang menyapa komunitas adatnya. Dimana tanpa disadari Nias aturan adatnya telah di kangkangi oleh  aturan pengelolaan Taman Nasional yang bergesekan dengan adat . Yang juga karena tak menyertakan  Orang-orang  Rimba dan aturan adatnya dalam perumusan pengelolaan kawasan hidup Orang Rimba ini. Ia juga belum tahu bahwa banyak pengusaha yang menetes liurnya ketika melihat kekayaan sumber daya alam di rimba kampung halamannya.

Tapi Nias masih terus belajar dengan giat. Belajar adat,belajar membaca,menulis, berhitung  hingga suatu waktu ia dapat berjuang bersama komunitas adatnya membentengi diri secara mandiri  dan berdaulat  untuk menjawab  segala  ancaman-ancaman yang datang.

Aku banyak belajar dari cara Nias menikmati hidup.  Ketika belajar  jelas tampak kegembiraan di air mukanya itulah yang menjadikannya  lekas memahami sesuatu rupanya. Dan semua yang dilakukannya tampak terlihat mudah dan indah.

Mensyukuri segala hal kecil dan menikmatinya dengan gembira. Kegembiraan dan kecintaan terhadap proses itulah pelajaran yang di berikan Nias padaku.

Minggu, 03 Maret 2013

Mantan Rimba Kuamang Lagi..

Dua hari yang lalu pulang dari belajar bersama anak-anak di kuamang kuning,membayar hutang judulnya,karena beberapa hari sebelum selesai mengajar tengah bulan yang lalu ada tim Film Riri Reza berencana membuat film di makekal hulu,kantor Sokola di Jakarta menghubungi untuk memfasilitasi para pembuat Film itu dalam perjalananya di Makekal Hulu. Akhirnya anak-anak di Kuamang terpaksa dipindah jadwalnya setelah acara menemani tim film berakhir.

Tahap observasi tim Film ini hanya seminggu tgl 19-25,tidak begitu melelahkan mengantar mereka malah senang karena ada variasi teman ngobrol dan sedikit-sedikit belajar tentang produksi film. Mereka berenam diantar Bang Dodi antropolog UI yang juga  salah satu pendiri Sokola Rimba

Kalau penasaran film apa yang akan mereka produksi...aku juga tidak tahu judulnya,tapi yang pasti memfilmkan buku perjalanan Butet Manurung dan Sokola Rimba. Juni tahun ini mereka akan syuting,Makekal Hulu akan ramai,,setidaknya lumayan ada hiburan lihat orang bikin film

Kembali ke Kuamang aku berangkat sendirian karena kader dan partisipan Sokola terlihat lelah,jadi berangkatlah aku sendiri...beberapa hari di Kuamang sedikit stress panas saat siang hari,dan yang bikin stress berat adalah coba menggali informasi dan coba mengenali dengan seksama bagaimana Orang Rimba di Kuamang ini...hehehe.. ini seperti aktifitas STOP (Sit down,Thinking,Observe and Planning) intinya untuk menggali pendidikan apa yang mereka butuhkan dan apa yang harus aku berikan hehehe otakku memang workoholic ya tipikal pemikir,padahal memori payah dan kadang analisa yang kacau,,,tapi  yang penting berusaha memahami dan kembali trial and error lagi :D

Anak-anak tidak begitu nyaman belajar bersamaku rupanya mereka sempat bergunjing tapi mereka kurang berhati-hati..hehehe..mereka tidak tahu ingatanku boleh di bilang tumpul tapi telingaku tajam terhadap gunjingan....intinya mereka bicara tentang lebih senang belajar dengan fasilitator sokola yang lain daripa denganku,hehehe..mereka tidak tahu kalau aku memang lagi tidak berperan menjadi teman belajar yang ramah tapi aku coba mengajarkan yang lain hehehehe agak moralis..pelajarannya adalah Budi Pekerti. 

Budi itu akal/pemikiran,pekerti adalah kemampuan memahami situasi,jadi intinya mengajarkan pada mereka peka terhadap kondisi. Aku menunjukkan wajah tidak senang ketika mereka berbicara kotor/mencarut,walaupun kebiasan mencarut itu biasa bagi kultur mereka asal tidak di depan perempuan,tapi mereka di kondisi yang berbeda,karena lain di Makekal Hulu lain di Kuamang.

Di Makekal Hulu aku hanya meneruskan kultur belajar sokola yang sebelumya,jadi ya adaptasiku autoplastis,lain di kuamang mereka menurutku harus benar-benar paham kondisi karena mereka sangat berdekatan dengan desa yang  berbeda kulturnya dan mereka butuh belajar beradaptasi,dan mulai belajarlah padaku hehehe begitu dalam kepalaku..

Alhasil pelajaran kemarin berbuah,mereka sudah tidak mencarut lagi ya cukup lama prosesnya untuk menghentikan kebiasaan, sampai harus berakting seperti Matias Muchus,dan akhirnya juga berbuah gunjingan,itu artinya mereka tidak nyaman hehehe,hehee nantilah kita belajar dengan ceria dan catatannya tanpa ada carut mencarut lagi (semoga terkondisi...amin). 

Orang Rimba di Kuamang Kuning sudah berat hidupnya,masyarakat di desa-desa yang tak jauh dari tempat mantan rimba tempat tinggal mereka,masyarakatnya belum bisa memahami dan mentoleransi gaya hidup orang rimba.. (hahahahha fucoult di kepalaku...cepat jauh pergi teori dan wacana  jangan sampai terkutip ditulisn ini). Aku sempat ngobrol dengan beberapa orang desa dan stereotype negatif muncul dari mulut mereka...nantilah kalau sudah sedikit akrab dengan orang-orang desa itu akan kujelaskan sedikit tentang budaya orang rimba yang arif terhadap alam..
 
Asam lambungku naik rupanya ya sudahlah aku hentikan saja menulisnya..

PS : Banyak PR untukku ketika turun ke lapangan nanti hehehe.. aku butuh teman bicara...aku rindu Jember rupanya,,,.

Selasa, 19 Februari 2013

Belajar Di Mantan Rimba


Syukurlah ada beberapa urusan sehingga aku bertemu laptop di kamar Basecamp Bangko.dan akhirnya aku bisa menulis sebantar untuk bercerita tentang Orang Rimba di tempatku belajar sekarang. Mengapa aku ingin bercerita sampai-sampai sangat bersyukur bertemu notepad dan jaringan internet inilah sebabanya.

Beberapa hari ini belajar bersama Orang rimba yang ada di perbatasan antara  Kabupaten Muara Bungo dan Tebo. Bersama ngatai.ngonggul,dan bemenyo,murid yang lain belum tampak datang ke Ruma Sokola (tempat belajar).

Tidak seperti di Makekal Hulu Bukit Dua Belas tempatku belajar,bermain dan berburu bersama anak-anak rimba yang ceria dengan sungai-sungainya yang bersih dan suara-suara binatangnya. Di perbatasan Kuamang Kuning dan Tebo Jambi ini anak-anak jarang sekali bermain dan berburu. Mereka sibuk bebrondol mencari biji sawit yang tertinggal ditanah ketika waktu pemanenan perusahan,mereka juga begetah mencari getah tanah (getah karet yang menetes atau terjatuh di tanah di kebun orang desa).

Anak-anak bekerja bebrondol dan begetah untuk mencari uang untuk ditukar dengan beberapa kebutuhan,mereka sudah mengamini bahwa mereka butuh uang,karena rimba sudah tidak ada. Ketrampilan hidup mereka sebagai pemburu,peramu dan berkebun dengan arif di rimba sudah tak begitu berguna lagi karena Rimba kini hilang tertebang berganti sawit dan karet.

Orang Rimba di perbatasan Kuamang Kuning dan Tebo ini berasal dari bantaran sungai Makekal dan Kejasung mereka berpindah karena beberapa alasan. Depati Begaji adalah depati di makekal tengah,karena istrinya meninggal beliau melangun/berpindah ke sini berkumpul dengan orang rimba dari kejasung yang belumlama juga berpindah .Depati begaji masih sangat ingat beliau berpindah sekitar 6 tahun yang lalu,meninggalkan Makekal tempatnya hidup sebelumnya,dia datang ketika disini masih hutan rimba katanya ia berkebun menanam ubi dan berburu untuk bertahan hidup, tapi cepat sekali perubahan dan terjadi tiba-tiba.

Beliau bercerita tentang orang Meru (orang meru = sebutan orang rimba terhadap orang yang hidup di Luar Hutan) yang membuka hutan dengan menebangi pohon-pohonya kemudian orang meru itu di kejar oleh pihak Kehutanan kemudian lari. Beberapa tahun kemudian dia datang lagi dan membuka lahan di bekas hutan yang ditebanginnya dulu akhirnya menjadi kebun,sejak saat itulah banyak yang datang ikut membuka hutan,dari para saudara transmigran dari jawa yang mengadu nasib,aparat yang ingin berinvestasi karena tergoda dengan harga biji sawit dan tuan tanah yang ingin melebarkan lagi luas tanahnya.

...trus kemana Pihak kehutanan??,entahlah

Awal aku kemari sekitar dua bulan yang lalu,orang rimba disini masih ada beberapa pesaken (keluarga), dua bulan kemudian mereka sudah tinggal 4 pesaken. Mereka sangat kesulitan beradaptasi terhadap lingkungan sawit dan bukan lagi rimba ini.

Ketika mulai melihat kondisi disini,perdebatan di kepalaku adalah bagaimana dan apakah goal belajar disini??,sedangkan mereka hidup bertahan diantara sawit dan diantara orang-orang yang desa yang melihat rimba dengan cara berbeda.

Aku teringat sesuatu saat kebiasan lamaku kambuh,yaitu suka membaca segala hal yang berserakan, apakah itu kertas koran sobekan atau apalah dan ini mengantarkanku membaca sebuah post card lawas yang terjatuh dilantai  kamar,yang ternyata post card lama ini kiriman Kak Butet Manuurung ketika berada di Amerika,yang di tujukan pada anak-anak rimba,mengabarkan kerinduan-kerinduannya dan Kak Butet bercerita tentang salah satu Taman Nasional di Amerika,Ia bercerita tentang orang Indian dan rasa hormat mereka terhadap alamnya. Kemudian tulisan dalam post card itu di akhiri dengan pesan kepada anak-anak rimba murid-muridnya,"mikay hopy di hargai kalu mikay hopy beradat lagi" (kalian tidak akan dihargai kalau kalian tidak memiliki (mentaati) adat.lagi).

 Sepertinya benar juga mereka memang harus tetap bertahan dalam kondisi apapun itu, mandiri dengan tetap menjujung adat mereka.Ternyata pelajarannya tetap sama dimanapun itu,diantara kebun sawit ataupun di hutan rimba,adat harus tetap dijaga,adat yang kuat akan menjaga dan membangun orang rimba yang kuat tanpa kehilangan identitasnya karena kelak orang rimba tetaplah orang rimba dengan kearifannya,dan  tak harus menjadi apa atau siapa.. masalah hutan yang berganti rimba akan seiring pulih ketika orang rimba mampu memperjuangkan hak-hak adatnya,dan pendidikan adalah jalan yang mengatankan mereka pada itu semua,mandiri dalam menentukan hidup dan memperjuangkan adat.












 

Senin, 11 Februari 2013

Menulis lagi di merdekasaja.blogspot.com.


Sambil berpaling ke arahku Pengendum tiba-tiba berkata "guding,ake ndok nuly sungoy,umpamono yoya?"(aku mau menulis tentang sungai,bagaimana ini ?). Pertanyaan Pengendum sebenarnya spontan aku jawab dengan satu kata "menulislah",tapi ternyata dia malah panik,hehehe terpaksa jadi agak panjang ngomongnya. "coba bayangkan kamu di depan orang banyak dan orang-orang itu bertanya tentang sungai yang ada di daerahmu cobalah cerita.." akhirnya menulislah pengendum...

Setelah tulisan Pengandum jadi dan dia akhirnya berhasil berkarya hari itu,dan aku tiba-tiba tersentak,trus karyaku mana?. Aneh juga aku menyuruh pengendum menulis padahal aku sendiri berhenti menulis sudah cukup lama,maksudnya benar-benar menulis,bukan sekedar menulis status facebook atau tulisan di buku harian usang yang hampir pensiun itu.

Menjadi salah satu anggota divisi jurnalistik SWAPENKA ternyata bukan jaminan aku akan aktif menulis,aku menulis jika memang benar-benar senggang,dan ada yang ingin aku sampaikan,atau sekedar lagi ingin bergenit-genit ria dan ingin tampak keren,hehehe tapi biasanya sidang redaktur di kepalaku bakal menggagalkan kegenitan itu.

Menulis itu mudah kalau untuk diri-sendiri dan susah kalau menulis untuk orang lain. menulis untuk diri sendiri bakal apa adanya karena memang untuk diri sendiri,apa adanya dan kadang tak peduli tulisan itu bagaimana,kalau menulis untuk di bagi dengan orang lain kita bakal berusaha membuat tulisan kita jelas dan menarik dan mudah untuk dibaca,kadang kita berusaha menulis dengan berkelas dengan menunjukkan itelektualitas kita itu yang aku sebut ingin tampak keren,tapi kadang juga sulit  ketika kita merasa harus memuaskan orang banyak dengan berusah menulis indah dan mudah dipahami,padahal keindahan dan pemahaman itu relatif dan kita malah tersiksa sendiri karena ingin memuaskan semua orang. 

Dan dengan menginsafi semua ini maka blog merdekasaja.blogspot.com ini kembali beredar lagi dan akan bercerita tentang cerita yang ingin di ceritakan  yang pasti cerita tentang ada apa dan apa adanya. 

                                                                                                           

Selasa, 31 Januari 2012

Dari dan Menuju Puncak Gunung Arjuno

( Sebuah Catatan Perjalanan )


Sebentar lagi puncak berbatu itu akan tampak oleh mata,begitu bayangan dalam benak menyusuri setapak dengan kemiringan extreme ini membuat lelah jiwa raga,hutan cemara,setapak menanjak yang tak kunjung ujung. 


Tapak sepatu meninggalkan jejak demi jejak pendakian,perjalanan masih jauh dan panjang lagi, "masih  4 jam lagi mas",itu yang terucap dari pendaki yang aku temui di jalan ketika mereka datang turun dari puncak Arjuno 3339 mdpl,.


Ini adalah perjalanan hari kedua setelah semalam bermalam di Makutarama  yang merupakan tempat situs tua dengan tatanan batu yang di puja dengan harum dupa. Petilasan ini di keramatkan dan konon adalah tempat yang angker,mistis apalagi dengan patron kejawen yang konservatif dan sedikit statis, "ini adalah peninggalan jaman kerajaan wayang" ucap Mbah Solikin salah satu manusia yang tirakat mengharap bahagia dunia akhirat di komplek situs ini. 
Sunrise di Makutarama

Menelusuri setapak dari Makutarama  menuju puncak adalah perjalanan terberat dalam perjalanan ini. Di depan mata tampak indahnya warna-warna dengan komposisi sempurna,dari hijaunya daun cemara,menguningnya ilalang hingga warna langit cerah yang kebiruan,ini indah tak terbantah.



Dengan beberapa pendaki yang turun dari jalur kami sempat berpapasan,beberapa diantaranya adalah para pendaki dengan tujuan ritual,dan ada beberapa yang memang bertujuan melakukan trekking diluar aktifitas ritual. Para peziarah begitu biasanya para pendaki yang melakukan pendakian dengan tujuan ritual itu di sebut,entah apa yang mereka lakukan dan mereka percayai.

 
Setapak menuju Puncak
Pelan-pelan menyusuri setapak yang mendaki membawa pada setiap keindahan, lereng,tebing, lembah,punggungan gunung,burung-burung hutan yang belum tentu ada di buku panduan pengamatan burung Mc Kinnon

Kaki belum lelah,nafas juga belum tersenggal tapi keindahan ini memaksa untuk menerawang dan sedikit memusingkan sinkretisme kepercayaan yang terjadi. 

Ada beberapa petilasan di Jalur pendakian sebelum Makutarama yang kemarin di perjalanan awal kami temui,dan membuat semua perjalanan panjang ini penuh pertanyaan. Bagaimanakah sejarah terangkai hingga mistisme dan kegaiban ini menjebak manusia yang menyakininya dan hidup dalam sebuah keyakinan tentang dunia pewayangan yang masih terus hidup di Gunung Arjuno ini.   



Kembali teringat di awal perjalanan kemarin, start awal perjalanan kaki melewati Dusun Tambak Watu di  kecamatan Purwosari Kabupaten Pasuruan, dari Desa Tambak Watu itu perjalanan dimulai, perjalanan awal melewati Goa Antabugo di ketinggian 1.300 mdpl,Goa ini berada di sebuah batu menghadap utara mennurut keterangan dalamnya sekitar 1,5 m, lebar 1 m, serta mempunyai ketinggian 1,25 m.

Selanjutnya kami terus melakukan perjalanan hingga melewati persimpangan dimana jalur salah satunya merupakan jalur alternatif melewati Situs Eyang Madrem,namun kami memilih untuk tidak melewatinya. Perjalanan langsung kami lanjutkan menuju situs Eyang Abiyasa, perjalanan menuju petilasan Eyang Abiyasa ini melewati tengah hutan lebat yang memakan waktu sekitar 1,5 jam,hingga  sampailah di padepokan Eyang Abiyasa. Setapak di sekitar situs ini tertata rapi dengan semen dan  taman-taman yang sangat rapi dan bersih. Di komplek ini juga ada petilasan Eyang Sekutrem yang berupa kamar yang tertutup tembok. Lebar bangunan tersebut sekitar 2,5m x 2m dan di dalamnya ada sebuah arca yang terbuat dari batu andezit dengan tinggi sekitar 70 cm.


Tiga puluh  menit dari situs Yang Sekutrem perjalanan sampailah di situs Eyang Sakri. Menurut cerita Eyang Sakri merupakan tokoh pertama yang menurunkan raja-raja Majapahit, petilasan ini berupa cungkup tertutup yang menghadap ke barat, didalamnya terdapat semacam makam batu yang membujur ke utara selatan.

Situs Makutarama
Di ketinggian 2100 meter dpl sebelum Makutarama  ada Situs Arca Eyang Semar yang menghadap ke Timur. Konon tempat ini merupakan persinggahan Eyang Semar ketika mengantar Wisnu yang akan bertapa di Makutarama. Petilasan ini berupa bangunan andesit yang berukuran 7 x 7 m dengan tinggi sekitar 3 meter.

Di atas Makutarama ada situs Sepilar menurut salah satu warga Desa Tambak Watu, Sepilar adalah kepanjangan dari sepi-sepine nalar, tempat itu di gunakan oleh  orang yang mememinta jalan keluar terhadap masalah yang di hadapi,dan juga buat orang yang minta naik jabatan dalam pekerjaan.

Kemudian agak jauh di atas Situs Sepilar ada Situs Candi Manunggale Suci dan Situs Jawa Dwipa.

Menuju Sepilar dari Makutarama
Namun lamunan harus segera terhenti,jalan panjang ini harus segera di lalui,kembali melalui setapak-setapak itu,menatap cemara-cemara,mencetak jejak di setapak kering berdebu. Setelah enam jam dari makutoromo melewati,situs Sepilar,dan Jawa Dwipa,akhirnya ujung berbatu itu tampak,jalan masih terus menanjak beberapa tapak lagi sampai, ada bendera merah putih berkibar di puncak dan batu-batu ternyata kaya coretan,ini disebabkan  atas rakusnya existensi dan tampak menghias batu-batu di atas puncak Arjuno. 

Langkah semakin dipaksa untuk sedikit lagi untuk segera menyudahi perjalanan menuju puncak ini. Puncak Arjuno adalah salah satu tempat indah dengan view yang menarik. Di sebelah timur tampak Gunung Semeru mengepulkan asap sulftara keputihan. Sedangkan di sebelah utara punggungan Gunung Arjuno menyambung beberapa puncakan sekunder dan kemudian Gunung Welirang. Sore ini langit cerah kebiruan yang menyenangkan.

Puncak Arjuno 3339 mdpl
Beberapa moment syukur dan kegembiraan atas keberhasilan mengalahkan diri sendiri sempat kami abadikan dalam frame-frame ekspresif,di puncak ini kami menyeruput hangatnya  victory drink (minuman kemenangan), segelas kopi susu hangat yang rasannya luar biasa.

Puncak berbatu ini menjadi saksi bisu kebahagian kami berlima,beberapa manusia biasa yang mencoba berpetualang menyusuri beberapa kota  hingga desa ke desa sampai pada makadam menuju setapak,setapak hingga sampai puncak berbatu yang indah ini. 

Senja mulai tampak wujudnya, matahari mengufuk di sebelah barat,kuning gradasi menuju jingga,mengingatkan untuk segera menyudahi nikmatnya keindahan alam dari Puncak Arjuno.

Perjalanan berat untuk pulang sudah di prediksi, bahkan estimasi waktu untuk sampai camp di Makutarama sudah terbayang,jalan yang menurun dengan setapak yang akan hanya terlihat dengan sorotan lampu senter dan ini  akan terhadapi dalam perjalanan turun.

Senja benar-benar datang, matahari terbenam dan hari mulai malam walaupun tidak terdengar bunyi burung hantu yang bersuara merdu namun kami tetap menikmati perjalan an turun ini, melewati cemara,melewati ilalang,melewati jalan naik kami tadi, kembali menuju hangatnya sleeping bag kami di Makutarama.

Shelter tempat tirakat
 dan menginap pendaki
Perjalanan pulang cukup terasa melelahkan karena tidak sekedar turun tapi perjalanan malam menuntut konsentrasi tinggi dengan soroton lampu senter yang terangnya kadang terbatas, sehingga kekagetan kecil kadang muncul, kaki terpleset atau sedikit selip tersangkut akar,sementara titik api unggun di pelataran Makutarama sudah tampak mata,gelap malam,haus dan lapar mendorong tubuh untuk segera sampai menuju pondok di Makutarama menemui bahan makanan,air jernih pelepas dahaga..


Mbah Solikin.
Sambil terus membayangkan pondok berdinding dan beratap ilalang, dan di sambut wajah berseri Mbah Solikin  dengan rambutnya yang gondrong dan dengan kumis lebatnya ketika kami tiba nanti.





Jumat, 16 Desember 2011

Dipermainkan dan Mempermainkan Isu


Dentang denting ukelele dan suara berat Edddy Vedder bersamaku di dini hari basah ini.


Seorang teman lama datang berkunjung ke rumahku,ia menceritkan bahwa atasannya membaca berkas laporan hasil kerjanya dan memarahinya atas kesalahan yang sepele yang ia perbuat,dia juga akhirnya marah dan mempertanyakan alasan mengapa mempermasalahkan hal sepele hingga jadi konflik,apakah hanya karena butuh memperlihatkan kepada teman-temannya bahwa semua harus berjalan baik dan ada punishment apabila tidak terlaksana.. Sang atasan diam hanya tersenyum menyetujui pernyataan dan pertanyaan temanku tadi.

Era globalisasi informasi dan komunikasi yang dirasakan sebagian masyarakat dunia saat ini sungguh memberi warna, interaksi yang datang  selalu berawal dari komunikasi dan kini telah hal ini terbangun tanpa jarak,tak ada batas ruang, semua punya kemungkinan yang lebih mudah.

Koneksi internet telah membawa pengaruh besar terhadap akses informasi dan komunikasi, setiap indra para pengguna internet di mungkinkan untuk menyentuh secara luas apa yang di kehendakinya, minat terhadap sesuatu sekarang lebih mudah terpuaskan dalam dunia cyber yang kaya raya akan informasi ini. Para seniman,politikus,pengusaha,ulama,teknokrat,filsuf,relawan,olahragawan,hingga para kriminal berkeliaran disini yang membuat dunia maya ini benar-benar kaya raya akan warna..

Masalah-maslah dan isu-isu dunia semakin mudah ditemukan (di akses) melalui koneksi internet yang super luas ini, beberapa isu menjadi sesuatu yang informatif dan interaktif.karena semua punya akses untuk tahu,memikirkan dan bersikap, dari masalah yang muncul akibat bencana alam sampai masalah yang dimunculkan untuk kepentingan tertentu.

Dalam salah satu study politik sebuah konflik dapat menjadi sebuah potensi apabila bisa di kelola dengan baik dan diarahkan untuk tujuan, bahkan pengelolan isu dan merumuskan cara yang reliable(bisa diterapkan dalam situasi yang berbeda) telah di pelajari sejak lama di dunia politik dan bernama managemen konflik,dan ini adalah ilmu yang penting selain ilmu hukum dan ilmu ketatanegaraan.

Isu dan konflik sangat dibutuhkan dalam amunisi politik,karena dengan adanya isu kita akan melihat sebuah bentuk sikap,isu-isu yang berhembus seringkali isu yang muncul di masyarakat,ya isu punya potensi konflik bila diarahkan dan dikelola dengan efektif akan punya manfaat terhadap sebuah tujuan (baca:kepentingan).

Berbagai macam persoalan yang muncul adalah sebuah bentuk informasi, yang merupakan sebuah suplement indra

propagrafis
Isu-isu yang telah malang melintang dan bergentayangan di Dunia cyber yang wilayahnya bahkan lebih luas dari negara manapun,dan ini semakin riuh ada masalah yang masih jadi misteri yang akhirnya muncul dan di kaji melalu beragam teori,dan  ragam olah penalaran dan rasionalisasi ini telah menyuburkan banyak isu-isu..

Dalam ilmu logika kebenaran adalah persesuaian antara pemikiran dengan kenyataan, dan inilah menjadi dasar bagaimana setiap orang belajar melihat hal yang benar dengan benar, sebuah isu menjadi sesuatu yang benar ada atau kebenaran yang terjadi adalah ketika pola pikir manusia sudah terarah melihat adanya persesuaian tersebut.

Misalkan saja kita membuat isu mengada-ada mengenai penampakan makhluk luar angkasa dengan di topang bukti yang juga di ada-adakan atau memnfaatkan sesuatu yang bisa di rekayasa menjadi bukti, maka tak lama banyak pro dan kontra tentang perihal yang terjadi,dan tak lama pula ada yang coba mencari jalan tengah tanpa menyalahkan dan membenarkan,isu ini mungkin bisa jadi bertahan untuk waktu yang lama,dan internet adalah lahan subur tumbuhnya isu-isu itu,bahkan kita bisa di buat lelah untuk berpihak dimana, kanan,kiri ataupun di tengah.

Di dunia nyata isu-isu yang di munculkan butuh usaha yang lebih keras,butuh moment yang menguatkan,butuh keadaan sebagai bukti konkrit,seperti isu-isu agama,perlu adanya konflik karena beda kepercayaan agar kita tertarik melihat masuk kedalam.

Dalam memandang sebuah isu-isu yang beredar baik isu politik,etnis,agama sampai suporter bola,kita butuh logis dan punya prioritas,terlalu sibuk berfikir dan menanggapi isu yang kadang secara indra kita tak bisa menyentuhnya malah membuat kita tidak peka dengan sekitar kita.

Untuk membuat hidup menjadi baik-baik saja mungkin kita perlu waspada karena ini adalah usaha memprediksi kemungkinan,namun butuh cara untuk membuat kondisi yang baik-baik saja ini menjadi mungkin.

Teori konspirasi butuh kita ketahui untuk mewaspadai tapi ada yang sangat butuh kita kuasai yaitu teori konklusi.






Selasa, 06 Desember 2011

Cerpen : Es Krim

Jalanan yang ramai riuh hilir mudik kendaraan dan pejalan kaki, di depan sekolahan tepat sebelah kaki lima yang serakah menggunakan hak pejalan kaki untuk berjualan ada seorang bocah tambun berusia belum belasan mengelap sisa butir-butir nasi di ujung bibirnya dengan punggung tangannya, ia mengambil kantong palstik yang terikat karet gelang,ada sedotan berwarna ungu menyembul ditengahnya,dengan semangat bocah itu mengatupkan bibir menutupi ujung pipa plastik dan sesaat saja isi kantong plastik yang tampak berair di sisi luarnya itu habis yang tertinggal, hanya bangkahan kecil es batu didalamnya, ia letakkan begitu saja di sebelah kakinya. Lelaki muda ini tampak lega ia menyeka keringat didahinya.. Bungkus bekas nasi yang terbuka di depannya ia lipat ala kadarnya dan kemudian ia remas-remas sambil mengelapkan jari-jarinya yang basah dan berminyak,,,

Tiba-tiba seorang wanita berpakian lusuh yang menggendong bayi bersuara dari belakang punggungnya "nang,kamu di suruh pulang sekarang !!" 
Bocah sawo matang ini terkejut dan menoleh kearah suara.
Wanita itu lalu berkata lagi dengan lirih "cepat nang,cepat pulang.!"

" ada siapa Bulik di rumah??." 
" pokonya kamu cepat pulang bulik hanya disuruh ngomong kalau ketemu,kamu disuruh cepat pulang.".
" iya bulik nanti aku pulang," bocah bernama anang itu menjawab pelan
"ya sudah pulang sana,bulik mau kerja lagi,kalau sudah dapat 50 ribu,aku nyusul ke rumahmu" wanita itu meninggalkan anang sendiri di trotoar di depan sekolahan,
Mata anang memperhatikan langkah wanita yang dikenalnya berjalan menjauhinya dan setiap berpapasan dengan orang bibirnya terlihat bergerak-gerak dan tangannya menengadah.

Anang masih terduduk di trotoar depan sekolahan,dahinya berkerut bertanya-tanya ada apa?..tak lama berselang ia bangkit berdiri di pinggir trotoar,
Tak lama angkot berwarna kuning dari kejauhan semakin mendekat,anang melambaikan tangan,mobil berpenumpang itu berjalan lirih menghampiri, anang naik dan duduk tepat di sebelah pintu,

Dari kursi depan sopir bertanya kepada anang, " pulang le ?."
" inggih paklek. Disuruh pulang!." anang menjawab pertanyaan pria setengah baya itu.

Di atas angkot anang berfikir keras,ia sebenarnya benci harus pulang cepat-cepat.ia senang sekali dijalanan,menyapa banyak orang dan bermain-main. Dijalanan juga ia tak sengaja pernah melihat lesung pipit ibunya ketika tersenyum saat seseorang memberikan uang,sedangkan di rumah ibunya hampir tidak pernah sekalipun tersenyum. 

Ia merogoh kantong celana pendek bekas seragam sekolahnya dulu,mengambil beberapa lembar uang ribuan dan menghitungnya,ia berkata dalam hati,"kurang dua ribu ". Tapi ia kemudian tersenyum sendiri,sambil membathin "ini bukan salahku aku di suruh pulang padahal masih siang".
Sampai sebuah perempatan dekat pasar angkot itu berhenti,anang meloncat keluar sambil setengah berteriak "terimaksih Paklek.!


Anang mengambil jalan ke kanan menuju selatan menuju rumahnya..semakin lama perjalananya semakin pelan,ia bingung dan masih penasaran,ada apa?, jalanan ramai ini serasa sepi,beberapa sapa dan panggilan dari orang-orang yang dikenalnya ia acuhkan. Sampai ketika ia dapat melihat mulut gang rumahnya dari kejauhan,anang mulai setengah berlari,tubuhnya yang tambun tak membuatnya bergerak cepat dan dan ketika sampai mulut gang ia memprlambat langkahnya,benar-benar pelan.

Tiba tiba ia takut,dadanya berdebar-debar persis seperti beberapa minggu yang lalu ketika ia akan pulang kerumah saat uang di sakunya kurang beberapa ribu,sampai rumahnya ketakutannya pulang berakhir dengan memar di kaki karena ibunya histeris,sambil memaki dan menuduhnya memakai uang hasil kerjanya untuk membeli es krim sambil terus mendaratkan ikat pinggang almarhum ayahnya di kakinya.

Anang pelan-pelan melangkah,ia melihat banyak orang di depan rumahnya,tetangga-tetangga berkumpul di depan rumah,ia mendekat,tetangganya berhambur minggir memberi ruang pada anang untuk jalan, anang masuk melihat ranjang dan ada sesosok tubuh tertutup kain batik di atas ranjang itu, ia menghampiri ranjang ilalu diam disamping,untuk beberapa saat ia berdiri menatap ranjang, hingga seorang wanita tetangga sebelah rumahnya membuka kain dan tampaklah wajah seorang wanita yang sangat dikenalnya.

Ia tersentak tiba-tiba kepalnya pusing, ia berlari keluar rumah,berlari dan terus berlari tak henti,tubuhnya terasa ringan ia tidak ngos-ngosan,sampai di perempatan pasar ia terus berlari menyeberang jalan terus menuju arah utara,akhirnya ia tak berfikir akan kemana,terus berlari sampai di sebuah pertigaan ia belok ke kanan,ia mulai pelan tak berlari tapi ia terus berjalan,ia bingung tak dapat berfikir yang ia tahu hanya berjalan dan berjalan sampai dekat masjid terbesar di kotanya ia belok kekiri terus berjalan ia sampai stasiun,tiba-tiba ia masuk ke stasiun,ia ada melihat kereta akan berangkat,tanpa berfikir panjang langsung naik dan diam duduk di dekat pintu disisi kanan, dan menyandarka kepala di pinti kereta yang tertutup kemudian tertidur.
…………..
Tiba-tiba seseorang membangunkannya," hey dik,permisi mau turun,!".
Anang setengah sadar lalu berdiri,ia melihat pemandangan aneh,semua penumpang turun,kereta berhenti lama sekali sampai penumpang tak tersisa tinggal dia sendiri,sambil kebingungan ia turun.menatap aneh tampak asing,ia tak mengenal pemandangan ini, tahu ini dimana ,stasiun mana?,stasiun ini tampak megah ada banyak deretan rel kereta dan diantara rel kereta ada pagar, sehingga tak mungkin bisa langsung menyeberang rel kereta.

Turun dari kereta ia melihat para penumpang yang turun melalui tangga,sedikit berlari ia mengikutinya,ternyata tangga itu menuju terowongan yang mengarah menuju pintu keluar stasiun, bocah lugu itu memandang keluar semua tampak asing,orang-orangnya,warna angkotnya juga jalanan yang berbeda.di sebalah kiri pintu keluar ada banyak penjual makanan

Tiba-tiba bocah itu tersenyum, ia melihat penjual es krim, tangannya merogoh saku celana mengambil uang dari kantong dan menghitungnya,kemudian ekspresinya berubah tampak bingung,ia menatap langit terlihat hampir malam, ia berubah panik.,tapi tiba-tiba tak lama ia langsung tenang kembali,tiba-tiba ia tersenyum lega teringat kain batik dan ranjang dirumahnya,,,